Thursday, March 13, 2025

Strategi Jitu War Takjil di Bulan Ramadhan


Hi Annyeong Teman Nunna

Ramadhan tiba! Saatnya berburu takjil, alias makanan ringan pengganjal perut sebelum menyantap makanan utama. Tapi, kalau udah masuk jam-jam berbuka, wah… pasar takjil bisa berubah jadi medan perang. Semua orang berlomba-lomba dapetin takjil favorit mereka. Kalau nggak punya strategi jitu, bisa-bisa kamu pulang cuma bawa plastik kosong dan hati yang kecewa. Biar momen war takjil kamu sukses, yuk simak beberapa tips sakti yang bisa bikin kamu jadi pemenang di perburuan takjil Ramadhan!

1. Riset Lokasi, Jangan Asal Nyelonong!

Sebelum terjun ke medan perang, pastikan dulu kamu tahu medan tempur yang bakal kamu datangi. Mau ke pasar takjil legendaris di kota? Atau sekadar ke lapak kecil dekat rumah? Lihat dulu mana tempat yang jualan takjil favoritmu. Kalau udah tahu tujuan, kamu nggak akan buang-buang waktu muter-muter tanpa arah.

2. Datang Lebih Awal, Biar Nggak Keabisan!

Semakin sore, semakin ramai. Kalau kamu males berdesak-desakan, datanglah lebih awal, sekitar satu jam sebelum buka puasa. Ini bukan cuma biar dapat pilihan terbaik, tapi juga supaya kamu bisa jalan-jalan dengan santai tanpa perlu dorong-dorongan di kerumunan.

3. Siapkan Uang Pas, Biar Nggak Ribet!

Banyak penjual takjil masih mengandalkan transaksi tunai. Kalau kamu bayar pakai uang besar, siap-siap aja ditatap dengan tatapan "duh, nggak ada kembalian, Bang." Bawa pecahan kecil biar transaksi lebih cepat dan kamu nggak ganggu antrean orang lain.



4. Pakai Outfit Nyaman, Jangan Sampai Keringetan Berlebihan!

War takjil itu bisa jadi olahraga ringan. Makanya, pakai baju yang nyaman dan nggak bikin gerah. Hindari pakaian yang terlalu ribet atau alas kaki yang nggak nyaman. Percaya deh, nyari takjil sambil ngos-ngosan gara-gara salah pakai sepatu itu nggak enak!

5. Buat Daftar Takjil, Biar Nggak Boros!

Kalau udah masuk pasar takjil, semua makanan kelihatan menggoda. Tapi ingat, perut ada batasnya. Jangan kalap beli ini-itu yang akhirnya malah mubazir. Bikin daftar belanja dulu sebelum berangkat biar lebih terarah dan dompet tetap aman.

6. Manfaatkan Jasa Online Kalau Malas Berkerumun

Kalau kamu tipe yang nggak suka keramaian, manfaatkan aplikasi pesan antar makanan. Sekarang banyak banget penjual takjil yang sudah masuk ke platform online. Tapi ingat, pesan lebih awal biar nggak kena macet pengiriman.

7. Ajak Teman atau Keluarga, Biar Strategi Makin Mantap!

Strategi berburu takjil makin kuat kalau kamu punya tim. Bagi tugas! Satu orang beli es buah, satu lagi berburu gorengan, yang lain cari kolak. Dengan cara ini, kamu bisa dapat berbagai jenis takjil tanpa harus repot bolak-balik.

8. Jangan Pergi Dalam Keadaan Super Lapar!

Perut kosong bisa bikin kamu jadi pembeli impulsif. Segala makanan terlihat enak dan akhirnya kamu kalap beli tanpa pikir panjang. Sebelum berangkat, minum air putih atau makan kurma supaya lebih terkendali saat memilih takjil.

9. Pilih Takjil yang Sehat, Jangan Cuma yang Menggoda Mata!

Gorengan enak, tapi jangan sampai setiap hari berbuka dengan minyak berlebih. Pilih juga takjil yang sehat seperti kurma, sup buah, atau bubur kacang hijau. Jangan sampai setelah Ramadhan berat badan malah melonjak gara-gara kebanyakan takjil berminyak.

10. Bawa Wadah Sendiri, Lebih Ramah Lingkungan!

Biar nggak makin banyak plastik sekali pakai, coba bawa wadah atau tas kain sendiri. Selain lebih ramah lingkungan, makananmu juga lebih aman dan nggak gampang tumpah.

11. Waspada, Jangan Sampai Jadi Korban Copet!

Pasar takjil ramai, dan sayangnya ada saja orang-orang iseng yang memanfaatkan keramaian. Simpan dompet dan barang berharga di tempat aman. Kalau pakai tas, usahakan yang bisa dikancing atau dikaitkan erat ke badan.



12. Cari Promo dan Diskon, Hemat Itu Keren!

Kadang ada penjual yang ngasih diskon spesial di akhir pasar takjil atau aplikasi pesan makanan yang punya promo Ramadhan. Manfaatkan kesempatan ini biar lebih hemat tapi tetap bisa berbuka dengan nikmat.

13. Fenomena Orang Non-Muslim Ikut War Takjil

Jangan heran kalau kamu lihat beberapa orang non-Muslim ikut berburu takjil. Mereka bukan mau pura-pura puasa, tapi emang tergoda sama jajanan lezat yang cuma muncul di bulan Ramadhan. Ada yang penasaran sama es timun suri, ada juga yang nggak mau ketinggalan menikmati lontong isi dan kolak pisang. Bahkan, ada yang niat banget antre sejak sore demi dapat gorengan favorit! Jadi, kalau pas di pasar takjil ada yang tanya, "Bang, ini onde-onde isinya apa ya?" sambil celingak-celinguk, bisa jadi dia cuma turis kuliner yang terjebak dalam euforia Ramadhan. Seru, kan?

14. Berbagi Itu Indah, Jangan Lupa Beli Lebih untuk Sesama!

Kalau punya rezeki lebih, belilah takjil untuk orang-orang yang membutuhkan. Bisa buat tetangga, tukang parkir, atau petugas kebersihan. Percaya deh, berbagi di bulan penuh berkah ini pasti bikin hati lebih tenang dan senang.

15. Jangan Emosi Kalau Takjil Favorit Habis!

Kalau ternyata takjil favorit kamu udah ludes duluan, jangan emosi. Santai aja, masih banyak pilihan lain yang bisa dicoba. Ingat, Ramadhan bukan soal kompetisi siapa yang dapat takjil paling enak, tapi tentang menikmati momen berbuka dengan penuh syukur.

16. Nikmati Prosesnya, Jangan Terburu-buru!

Yang terakhir, tetap santai dan nikmati suasana. War takjil itu bukan sekadar belanja, tapi juga pengalaman yang seru di bulan Ramadhan. Kalau bisa ketemu teman lama atau lihat aneka makanan unik, itu jadi bonus tersendiri.

Rekomendasi Tempat Jual Takjil Hits di Jakarta

Buat kamu yang tinggal di Jakarta atau lagi main ke ibu kota, ada beberapa tempat jual takjil yang terkenal dengan kelezatannya. Berikut beberapa lokasi yang wajib kamu kunjungi:

  1. Pasar Benhil (Bendungan Hilir) Tempat ini legendaris banget! Dari gorengan, kolak, es campur, sampai makanan berat buat berbuka, semuanya ada. Harganya juga cukup terjangkau.

  2. Masjid Sunda Kelapa Selain ibadah, kamu juga bisa berburu takjil enak di sekitar masjid ini. Banyak pedagang yang menjajakan aneka makanan khas berbuka.

  3. Jalan Panjang, Kebon Jeruk Di sepanjang jalan ini, banyak pedagang kaki lima yang menawarkan berbagai macam takjil dengan harga bersahabat.

  4. Pasar Senen Buat yang suka takjil tradisional, Pasar Senen bisa jadi pilihan tepat. Kamu bisa menemukan bubur sumsum, kue basah, hingga minuman segar.

  5. Blok S, Jakarta Selatan Terkenal dengan aneka jajanan kaki lima, Blok S juga jadi spot favorit buat yang mau cari takjil unik dan lezat.

Nah, itu dia strategi jitu dan rekomendasi tempat jual takjil hits di Jakarta. Jadi, siap berburu takjil favoritmu hari ini? Selamat berburu dan selamat berbuka puasa!

Wednesday, March 12, 2025

Dari Buku ke Layar : Membaca Ulang Gadis Kretek versi Sinema

 


Hi Annyeong Teman Nunna 

Beberapa waktu lalu di dunia entertainment Indonesia ramai dengan hybe baru. Udah pernah dengar hura hara tim Jeng Yah dan tim Raja ga? Kalau gak coba cek sosial media kalian deh. Yang sudah tahu, iyap betul, ini tentang serial yang tayang di Netflix, Gadis Kretek. Kalau kalian ingat, Nunna pernah menuliskan review tentang novelnya yang berjudul sama Gadis Kretek karya Ratih Kumala. Yang belum tahu, boleh cek dulu tulisan Nunna di : Review Gadis Kretek

Nah, lanjut yah. Waktu dapat info kalo Gadis Kretek mau diadaptasi dalam bentuk serial film di Netflix, satu hal yang muncul pertama kali adalah penasaran. Bagaimana para sineas film itu akan menerjemahkan karya novel yang secara cerita sudah kuat, ke bentuk baru. Terlebih saat tahu aktor pemerannya. Beuh... Ada Dian Sastrowardoyo, Ario Bayu, Ine Febriyanti, Putri Marino, Sheila Dara, Arya Saloka, dan banyak nama aktor besar lainnya. Makin penasaran lah Nunna. 

Gadis Kretek merupakan novel karya Ratih Kumala yang kemudian diadaptasi menjadi serial Netflix pada 2023. Keduanya menghadirkan kisah yang kuat tentang industri kretek, sejarah keluarga, serta percintaan dalam balutan budaya patriarki. Namun, ketika dibandingkan, baik novel maupun serial memiliki pendekatan yang sedikit berbeda, terutama dalam hal feminisme dan kisah cinta.

Dasiyah sebagai Perempuan Jawa yang Mandiri

Dalam novel dan serialnya, Dasiyah atau Jeng Yah adalah seorang perempuan Jawa yang tumbuh di lingkungan industri kretek. Sebagai anak dari pemilik bisnis kretek, Dasiyah memiliki bakat luar biasa dalam meracik saus kretek—sebuah keterampilan yang sangat berharga dalam bisnis ini. Namun, dunia tempatnya bernaung masih didominasi oleh laki-laki, yang menganggap perempuan hanya bisa menjadi buruh pelinting rokok, bukan pemimpin atau inovator dalam bisnis kretek.

Dalam novel, Dasiyah digambarkan sebagai perempuan yang memiliki pemikiran modern meskipun hidup dalam budaya Jawa yang masih kuat dengan tradisi. Ia tidak hanya sekadar mendukung usaha keluarganya, tetapi ingin membuktikan bahwa perempuan juga bisa mengambil peran penting dalam industri ini. Namun, posisinya sebagai perempuan membuatnya terus mendapat tekanan sosial, baik dalam hal pekerjaan maupun kehidupan pribadinya.

Di serial, hal ini diperlihatkan dengan lebih dramatis. Peran Dasiyah yang diperankan oleh Dian Sastrowardoyo menunjukkan bagaimana ia harus berjuang untuk mendapatkan tempat di industri kretek yang penuh dengan diskriminasi gender. Dalam beberapa adegan, terlihat bagaimana Dasiyah harus melawan pandangan konservatif yang menganggap perempuan tidak pantas berada di bisnis ini


Representasi Feminisme dalam Gadis Kretek

Dalam novel, tokoh utama Dasiyah atau Jeng Yah digambarkan sebagai perempuan tangguh yang menolak tunduk pada sistem patriarki. Ia memiliki keahlian meracik saus tembakau, sesuatu yang pada masanya lebih didominasi laki-laki. Keinginannya untuk tetap berkarya di tengah tekanan sosial menunjukkan unsur second-wave feminism, yang menekankan kebebasan perempuan dalam karier dan hak menentukan hidupnya sendiri.

Sementara dalam serial, feminisme tetap menjadi tema utama, tetapi ada sedikit pergeseran fokus. Berdasarkan analisis kritis, serial ini menghadirkan perjuangan perempuan dalam menghadapi patriarki, termasuk bagaimana pria seperti Soeraja justru menjadi bagian dari sistem yang membelenggu Jeng Yah. Selain itu, peran laki-laki dalam mendukung feminisme juga mendapat sorotan dalam adaptasi ini, menunjukkan bahwa kesetaraan gender bukan hanya perjuangan perempuan saja.

Serial ini juga menyoroti multiple roles perempuan, terutama bagaimana Dasiyah harus menyeimbangkan perannya sebagai pekerja, kekasih, dan bagian dari keluarga. Hal ini memperkaya narasi feminisme yang tidak hanya tentang melawan patriarki, tetapi juga tentang bagaimana perempuan menghadapi kompleksitas hidup mereka.

Kisah Cinta yang Dramatis dan Tragis

Baik dalam novel maupun serial, kisah cinta antara Dasiyah dan Soeraja menjadi pusat cerita. Hubungan mereka penuh konflik, terhalang oleh latar belakang sosial dan ambisi masing-masing. Kisah cinta antara Dasiyah dan Soeraja menjadi salah satu aspek penting dalam cerita ini.

Dalam novel, hubungan mereka digambarkan penuh tantangan karena perbedaan status sosial. Soeraja, yang awalnya hanya seorang pekerja biasa, harus menghadapi tekanan dari keluarga dan lingkungan sekitar yang tidak menyetujui hubungannya dengan Dasiyah. Di sisi lain, Dasiyah juga harus menghadapi kenyataan pahit bahwa dalam masyarakat patriarki, cinta sering kali bukan satu-satunya faktor dalam menentukan pasangan hidup.

Hubungan mereka lebih bernuansa melankolis dan simbolis, menggambarkan bagaimana cinta sering kali harus berhadapan dengan realitas yang pahit. Namun, serial lebih menonjolkan aspek drama epik, di mana hubungan mereka ditampilkan dengan lebih banyak ketegangan emosional. Chemistry antara Dian Sastrowardoyo (Dasiyah) dan Ario Bayu (Soeraja) sangat kuat, membuat penonton semakin terhanyut dalam kisah mereka.

Serialnya mengangkat kisah ini dengan lebih emosional dan dramatis. Soeraja tidak hanya menjadi sekadar pasangan, tetapi juga bagian dari perjuangan Dasiyah dalam menghadapi diskriminasi di pabrik kretek. Kisah cinta mereka juga diperumit dengan intrik keluarga dan konflik politik, yang semakin memperlihatkan bagaimana perempuan sering kali menjadi korban dalam dinamika sosial yang tidak adil.

Selain itu, serial juga mengeksplorasi hubungan Arum (Putri Marino) dan Lebas (Arya Saloka) dengan cara yang lebih dinamis dibandingkan dalam novel. Ada tambahan konflik yang membuat hubungan mereka lebih kompleks, menciptakan drama yang lebih menarik untuk dinikmati.

Perbedaan Naratif: Flashback dan Struktur Cerita

Baik novel maupun serial menggunakan teknik alur mundur (flashback), tetapi ada beberapa perbedaan dalam cara penceritaannya:

Novel: Penceritaan lebih berfokus pada sudut pandang Soeraja yang mengenang masa lalunya bersama Dasiyah. Alur mundur dalam novel lebih terstruktur dalam rangkaian kenangan, membuat pembaca perlahan mengungkap kisahnya.
Serial: Menggunakan alur lebih dinamis, di mana setiap karakter memiliki porsi untuk bercerita. Hal ini memberikan sudut pandang yang lebih luas, tidak hanya dari perspektif Soeraja, tetapi juga dari Arum dan Lebas, yang sedang mencari tahu masa lalu ayah mereka.

Pendekatan ini membuat serial terasa lebih dramatis dan emosional, dibandingkan novel yang lebih subtil dalam menyampaikan tragedi cinta dan sejarah keluarga.

Atmosfer dan Visualisasi

Salah satu kekuatan terbesar serial Gadis Kretek adalah sinematografinya. Setting tahun 1960-an berhasil divisualisasikan dengan sangat detail, mulai dari arsitektur, pakaian, hingga suasana industri kretek. Warna-warna yang digunakan juga memberikan nuansa nostalgia dan klasik, memperkuat atmosfer masa lalu.

Namun, serial ini juga menghadapi tantangan, yaitu bagaimana menggambarkan budaya kretek tanpa terkesan mengglorifikasi rokok. Beberapa adegan memperlihatkan pembuatan dan konsumsi kretek sebagai bagian dari budaya, tetapi ada kritik bahwa hal ini bisa dianggap sebagai normalisasi rokok.




Mana yang Lebih Baik?
Gadis Kretek dalam bentuk novel maupun serial sama-sama menghadirkan kisah yang kuat dan penuh makna. Jika dilihat dari perspektif feminisme, novel lebih subtil dalam menyampaikan perlawanan perempuan, sementara serial lebih eksplisit dalam menunjukkan perjuangan perempuan di era patriarki. Dalam hal kisah cinta, novel lebih puitis dan melankolis, sedangkan serial lebih dramatis dan emosional.

Bagi yang menyukai eksplorasi karakter yang lebih dalam dan penuh simbolisme, novel adalah pilihan terbaik. Namun, bagi yang ingin menikmati cerita yang lebih dramatis dengan visual yang memanjakan mata, serialnya jelas tidak boleh dilewatkan.

Bagaimana menurutmu? Lebih suka versi novel atau serialnya?

Monday, March 10, 2025

Tips Ngatur Uang Biar Gen Z Bisa Beli Rumah

Tips Ngatur Uang Biar Gen Z Bisa Beli Rumah


Hi Annyeong Teman Nunna 

Beberapa waktu lalu Nunna membaca sebuah artikel yang akhirnya menggelitik untuk dijadikan bahan tulisan atau diskusi. Tentang sulitnya generasi muda Indonesia saat ini untuk memiliki rumah. Nah artikel ini Nunna dedikasikan untuk kita semua yang kali ini masih berjuang memiliki rumah sendiri. 

Beli rumah? Kedengerannya kayak mimpi buat Gen Z. Harga rumah makin mahal, gaji segitu-gitu aja, belum lagi gaya hidup yang serba digital—ngopi di kafe, langganan streaming, belanja online. Tapi, bukan berarti punya rumah itu mustahil! Kuncinya ada di cara ngatur uang dengan cerdas dan disiplin.

Buat kamu yang punya impian punya rumah sendiri, artikel ini bakal kasih tips detail, tapi tetap santai dan gampang diterapin. Yuk, simak sampai habis!

1. Mulai dari Tujuan yang Jelas
Sebelum ngomongin duit, tentuin dulu mau beli rumah yang kayak gimana. Apakah mau rumah tapak atau apartemen? Di pusat kota atau di pinggiran?
Misalnya, kalau mau beli rumah di Jakarta, siap-siap merogoh kocek miliaran rupiah. Tapi kalau kamu gak keberatan tinggal di daerah penyangga kayak Bogor, Depok, Tangerang, atau Bekasi, harga rumahnya masih di kisaran Rp300–500 juta.
Nah, setelah tahu mau beli rumah di mana, kamu harus tau juga berapa duit yang harus dikumpulin. Misalnya:
  • Uang muka (DP) biasanya 10–20% dari harga rumah. Kalau rumahnya Rp500 juta, berarti harus nyiapin Rp50–100 juta buat DP.
  • Cicilan KPR (Kredit Pemilikan Rumah) biasanya gak boleh lebih dari 30% gaji bulanan.
  • Ada biaya tambahan kayak pajak, notaris, dan renovasi kecil-kecilan.
  • Kalau kamu pengin beli rumah dalam 5 tahun dan butuh DP Rp100 juta, berarti setiap bulan harus nyisihin sekitar Rp1,67 juta.

2. Ngatur Pengeluaran Biar Bisa Nabung

Ini bagian yang paling susah buat banyak orang: ngatur pengeluaran. Kalau setiap bulan gaji selalu habis tanpa sisa, kapan bisa nabung buat rumah?

a. Pakai Metode 50/30/20
Cara gampang buat ngatur keuangan adalah pakai rumus ini:
  • 50% buat kebutuhan pokok (makan, sewa kos, transportasi, listrik, dll.).
  • 30% buat hiburan dan keinginan (nongkrong, traveling, langganan streaming).
  • 20% buat nabung dan investasi (termasuk tabungan DP rumah).
Misalnya, kalau gaji kamu Rp8 juta, berarti:
  • Rp4 juta buat kebutuhan pokok.
  • Rp2,4 juta buat hiburan.
  • Rp1,6 juta buat tabungan dan investasi.
Nah, dari Rp1,6 juta ini, sebagian besar harus dialokasikan buat tabungan DP rumah.

b. Kurangi Pengeluaran yang Gak Penting
Kadang kita gak sadar kalau banyak duit bocor ke hal-hal yang sebenarnya gak perlu. Coba deh cek:
Sering jajan kopi kekinian? Ngopi di luar Rp30 ribu/hari = Rp900 ribu/bulan. Mending bikin sendiri!
Langganan banyak platform streaming? Pilih satu aja yang paling sering dipakai.
Sering naik ojek online padahal bisa naik transportasi umum? Bisa hemat ratusan ribu per bulan.
Coba bikin daftar pengeluaran dan lihat mana yang bisa dipotong. Dari sini, bisa dapat tambahan dana buat nabung rumah.

c. Pakai Aplikasi Keuangan
Biar lebih gampang, pakai aplikasi kayak Money Lover, Spendee, atau Finansialku buat tracking pengeluaran. Ini bakal bikin kamu lebih sadar sama pola pengeluaran dan bisa lebih hemat.

Tips Ngatur Uang Biar Gen Z Bisa Beli Rumah



3. Menabung dengan Cara yang Efektif

Oke, sekarang udah berhasil ngirit, tapi gimana cara nabungnya biar gak kepake buat hal lain?
a. Pisahin Rekening Tabungan Rumah
Jangan campur tabungan rumah dengan rekening buat jajan atau kebutuhan sehari-hari. Bukalah rekening khusus yang gak ada kartu ATM-nya supaya gak tergoda buat tarik duit.

b. Coba Deposito atau Reksadana Pasar Uang
Kalau ditabung di rekening biasa, bunga banknya kecil banget. Supaya duit lebih cepat berkembang, coba:
  • Deposito: Bunga 4–5% per tahun.
  • Reksadana pasar uang: Imbal hasil 5–7% per tahun, dengan risiko rendah.
  • Misalnya, kalau tiap bulan nabung Rp1,5 juta di reksadana pasar uang, dalam 5 tahun bisa terkumpul sekitar Rp104 juta.
c. Gunakan Tabungan Berjangka
Banyak bank yang punya program tabungan berjangka dengan autodebet, jadi setiap bulan duit otomatis ditarik dan gak bisa diambil sampai jatuh tempo. Cocok banget buat yang sering tergoda ngabisin tabungan.

4. Cari Tambahan Pemasukan
Kalau gaji sekarang masih terasa kurang buat nabung rumah, saatnya cari cara buat nambah penghasilan.

a. Side Hustle atau Freelance
Sekarang banyak banget peluang buat cari duit tambahan, misalnya:
  • Jadi freelancer (desain grafis, nulis, editing video, dll.).
  • Jualan online atau jadi reseller.
  • Ngajar les atau bikin kursus online.


b. Investasi Biar Duit Makin Berkembang
Selain nabung, coba juga investasi biar uang berkembang lebih cepat. Beberapa pilihan investasi yang cocok buat Gen Z:
  • Reksadana saham: Bisa kasih return 10–15% per tahun.
  • Saham blue-chip: Buat yang mau belajar investasi saham.
  • Emas: Pilihan aman buat jangka panjang.
Misalnya, kalau invest Rp500 ribu per bulan di reksadana saham dengan imbal hasil 12% per tahun, dalam 5 tahun bisa terkumpul sekitar Rp40 juta.

5. Manfaatkan Program Bantuan Pemerintah
Buat yang gajinya masih pas-pasan, jangan lupa manfaatin program bantuan dari pemerintah, seperti:
  • KPR Subsidi FLPP: Bunga tetap 5% per tahun, DP mulai 1%.
  • BP2BT: Bantuan buat pekerja informal yang mau beli rumah.
  • Subsidi Uang Muka: Bisa dapat bantuan DP hingga Rp10 juta.
Cek situs Kementerian PUPR atau bank yang menyediakan KPR subsidi buat info lebih lanjut.

Mulai Sekarang, Jangan Nunggu Nanti!
Beli rumah itu butuh proses, tapi bukan berarti gak mungkin. Kalau kamu mulai sekarang dan disiplin, 5–10 tahun lagi rumah impian bisa jadi kenyataan.
Yang penting:
  • Tentukan tujuan dan hitung biaya yang dibutuhkan.
  • Ngatur pengeluaran dengan bijak (pakai metode 50/30/20, pangkas pengeluaran gak penting).
  • Nabung dengan cara yang benar (rekening khusus, reksadana, tabungan berjangka).
  • Cari tambahan penghasilan biar bisa nabung lebih banyak.
  • Manfaatkan program subsidi pemerintah biar lebih ringan.
Bagaimana terlihat sulit ya? Ah Nun, ribet banget ini. Sulit banget nahan beli ini itu. Percayalah, memang semua ini sulit. Karena ada harga yang harus dibayar demi impian yang ingin kita wujudkan. Harus ada yang kita korbankan dan kendalikan di masa kini, untuk masa depan yang lebih baik. Tapi ingat, jangan jadikan ini menjadi beban. Tidak perlu berkompetisi dengan orang lain dan bersaing dengan pencapaian mereka. Semua pengaturan keuangan, target beli rumah, dan pekerjaan tambahan yang kita ambil harus diukur dari kemampuan diri sendiri. Karena sejatinya mewujudkan impian itu seperti marathon panjang. Jadi pastikan, kita memiliki kesabaran, ketekunan, dan kegigihan yang cukup selama masa-masa sulit mewujudkan impian kita.

Jangan jadikan impian kita untuk beli rumah hanya menjadi wacana semata, mulai lakukan sekarang! Semakin cepat mulai, semakin cepat punya rumah sendiri.
Semoga bermanfaat ya Saranghae, Nunna

Sunday, March 9, 2025

Menjelajah Rasa dan Rasa Diri: Review Novel Aruna dan Lidahnya


Aruna dan Lidahnya || Laksmi Pamuntjak || @bukugpu ||  2014 || 384 halaman 

Rate : 5/5 ⭐


Hi Annyeong Teman Nunna

Sehat kan hari ini? Bagaimana jalannya puasa hari ini? Semoga semua sehat dan lancar ya puasanya. Kali ini Nunna mau ajak kalian untuk membaca buku Aruna dan Lidahnya.

Ada sebuah keindahan tersendiri dalam menyantap makanan yang lebih dari sekadar mengenyangkan perut—ia bisa mengungkap cerita, menghadirkan kenangan, dan membuka jendela baru tentang kehidupan. Inilah yang saya rasakan saat membaca Aruna dan Lidahnya, sebuah novel karya Laksmi Pamuntjak yang tidak hanya menawarkan petualangan kuliner tetapi juga perjalanan batin seorang perempuan bernama Aruna.

Buku ini membawa saya ke dalam dunia rasa, rempah, dan percakapan yang hangat, sambil menyelipkan pertanyaan-pertanyaan eksistensial tentang kehidupan, persahabatan, dan kejujuran. Lewat gaya bercerita yang lincah dan deskriptif, Laksmi Pamuntjak mengajak pembaca berkelana bersama Aruna ke berbagai kota di Indonesia, mencicipi beragam hidangan lokal, dan menyelami kegelisahan yang muncul di sela-sela gigitan dan tegukan.

Bagi pencinta makanan, novel ini bisa menjadi hidangan yang memanjakan indera. Tapi bagi saya, Aruna dan Lidahnya lebih dari sekadar buku tentang kuliner. Ia adalah refleksi tentang bagaimana kita mencari makna dalam kehidupan, dan bagaimana makanan bisa menjadi bahasa yang membangun hubungan, sekaligus menjadi cermin diri.


Pertemuan dengan Aruna: Perempuan, Makanan, dan Kegelisahan

Aruna adalah seorang epidemiolog yang bekerja untuk meneliti kasus flu burung di Indonesia. Profesi ini membawanya dalam perjalanan dinas ke berbagai daerah, di mana ia sekaligus memanfaatkan kesempatan untuk menjelajah kuliner lokal bersama dua sahabatnya, Bono dan Nad.

Bono, seorang koki eksperimental, dan Nad, seorang kritikus kuliner, adalah dua karakter yang memperkaya dinamika cerita. Keduanya memiliki pandangan yang sangat berbeda terhadap makanan. Jika Bono memandang makanan sebagai bentuk seni dan eksplorasi, Nad lebih melihatnya dari sisi sosial dan budaya. Di antara mereka, ada Aruna yang lebih pragmatis dan terkadang skeptis terhadap romantisasi makanan.

Perjalanan mereka bertiga tidak hanya tentang berburu makanan enak, tetapi juga membongkar berbagai realitas sosial dan politik yang menyelimuti industri pangan dan kesehatan di Indonesia.

Petualangan Rasa: Kuliner Sebagai Identitas dan Ingatan

Membaca Aruna dan Lidahnya seperti melakukan perjalanan kuliner dari satu kota ke kota lain. Kita dibawa ke Surabaya, Pamekasan, Pontianak, hingga Singkawang, mencicipi hidangan khas yang masing-masing menyimpan cerita.

Saat Aruna dan teman-temannya menikmati rawon di Surabaya, saya bisa hampir mencium aroma kuah hitam pekat yang kaya akan keluak. Saat mereka menyantap mi kepiting di Pontianak, saya bisa membayangkan gurihnya kuah dan rasa manis daging kepiting yang segar. Setiap deskripsi makanan yang ditulis Laksmi begitu detail dan menggugah, seakan-akan kita ikut duduk di meja bersama mereka, mencicipi setiap suapan dengan penuh rasa ingin tahu.

Namun, makanan dalam novel ini bukan sekadar objek konsumsi. Ia menjadi medium untuk mengingat, mengenali diri, dan memahami orang lain. Bagi Bono, makanan adalah karya seni. Bagi Nad, makanan adalah narasi sejarah. Sedangkan bagi Aruna, makanan mengingatkannya pada masa lalu, pada ibu yang dingin dan masa kecil yang penuh pertanyaan.

Saya merasa bahwa di balik petualangan kuliner ini, tersimpan kegelisahan Aruna terhadap identitasnya sendiri. Ia bertanya-tanya, apakah makanan yang kita makan membentuk siapa kita? Apakah rasa yang kita cari adalah cerminan dari pencarian diri?

Lapisan Politik di Balik Rasa

Di luar pesona makanan, novel ini juga menyisipkan kritik sosial dan politik yang cukup tajam. Sebagai epidemiolog, Aruna melihat bagaimana proyek penelitian flu burung yang ia jalani dipenuhi ketidakberesan. Ada indikasi kepentingan bisnis yang lebih besar daripada kepentingan kesehatan publik.

Laksmi Pamuntjak dengan cerdas memasukkan isu ini tanpa menggurui. Ia membiarkan pembaca memahami bahwa bahkan dalam urusan kesehatan, ada politik yang bermain. Bahwa di balik setiap laporan epidemi, ada kepentingan ekonomi dan kekuasaan yang sering kali lebih berpengaruh daripada sains itu sendiri.

Bagi saya, ini menjadi salah satu aspek menarik dalam novel ini. Ia tidak hanya mengajak kita menikmati makanan, tetapi juga berpikir lebih jauh tentang bagaimana makanan, kesehatan, dan politik saling berkaitan.

Dinamika Hubungan: Persahabatan, Cinta, dan Kejujuran

Selain eksplorasi kuliner dan isu sosial, novel ini juga menyajikan kisah hubungan manusia yang kompleks. Aruna, Bono, dan Nad bukan sekadar tiga orang yang berbagi perjalanan; mereka adalah tiga individu dengan pandangan berbeda yang saling mempertanyakan dan menantang satu sama lain.

Persahabatan mereka terasa nyata, penuh percakapan yang tajam dan kadang menyebalkan. Ada saat-saat di mana mereka berdebat, mempertanyakan prinsip masing-masing, bahkan meragukan ketulusan satu sama lain.

Dan di antara mereka, ada Farish—atasan Aruna yang juga merupakan bagian dari masa lalunya. Kehadirannya membawa konflik emosional bagi Aruna. Ia harus menghadapi perasaan yang selama ini ia abaikan, sekaligus mencari tahu apakah ia bisa benar-benar jujur pada dirinya sendiri.

Bagian ini menurut saya menambah kedalaman cerita. Bahwa perjalanan yang dilakukan Aruna bukan hanya tentang mencari rasa terbaik dalam makanan, tetapi juga mencari kebenaran dalam hidupnya sendiri.


Bahasa yang Puitis, Deskripsi yang Menggugah

Salah satu kekuatan terbesar novel ini adalah gaya bahasa Laksmi Pamuntjak yang indah dan penuh nuansa. Ia tidak sekadar menuliskan makanan, tetapi meraciknya seperti hidangan yang kompleks—dengan kata-kata yang kaya rasa, detail yang renyah, dan emosi yang mengalir lembut.

Saya terkesan dengan bagaimana ia menggambarkan sebuah hidangan dengan begitu hidup, seolah-olah makanan itu bukan sekadar sesuatu yang bisa dimakan, tetapi juga bisa dirasakan dengan seluruh panca indera.

Namun, bagi sebagian pembaca, gaya bahasa ini mungkin terasa agak berat. Ada bagian-bagian yang penuh dengan metafora dan deskripsi panjang yang bisa terasa melelahkan. Tapi bagi saya, justru di situlah letak pesonanya. Setiap kalimat dalam novel ini seperti bumbu yang harus dinikmati perlahan, agar rasa yang terkandung di dalamnya bisa benar-benar terasa.

Aruna dan Lidahnya Lebih dari Sekadar Novel Kuliner

Aruna dan Lidahnya bukan hanya cerita tentang makanan, tetapi juga tentang bagaimana kita memandang kehidupan, bagaimana kita mencari kebenaran, dan bagaimana kita menemukan diri sendiri di antara rasa dan ingatan.

Novel ini mengajarkan bahwa makanan bukan sekadar sesuatu yang mengenyangkan, tetapi juga sesuatu yang bisa menghubungkan kita dengan masa lalu, dengan orang lain, dan dengan siapa diri kita sebenarnya.

Bagi saya, membaca novel ini seperti menikmati hidangan yang kaya rasa—ada manisnya nostalgia, asin dan pahitnya kenyataan, serta pedasnya pertanyaan yang mengusik pikiran. Ia bukan bacaan ringan yang bisa dilahap dalam sekali duduk, tetapi seperti hidangan tradisional yang dibuat dengan penuh ketelatenan—memerlukan waktu untuk benar-benar dihargai.

Jadi, jika kamu mencari novel yang lebih dari sekadar cerita perjalanan atau eksplorasi kuliner, Aruna dan Lidahnya bisa jadi pilihan yang tepat. Ini adalah buku yang akan membuatmu lapar—bukan hanya lapar makanan, tetapi juga lapar akan pemahaman yang lebih dalam tentang kehidupan.

Friday, March 7, 2025

Ini buat GEN Z, Ngabuburit Asyik Biar Gak Berasa Lama Nunggu Maghrib

Ini buat GEN Z, Ngabuburit Asyik Biar Gak Berasa Lama Nunggu Maghrib

Hi Annyeong Teman Nunna

Bagaimana hari-hari awal di bulan Ramadhan?

Bulan Ramadan di Jakarta itu punya vibes yang beda. Jalanan macet menjelang berbuka, orang-orang sibuk buru-buru pulang dari kantor, dan tentu saja—ritual ngabuburit yang wajib ada! Tapi buat Gen Z yang tiap hari berkutat sama kerjaan dan deadline, ngabuburit sering kali cuma diisi dengan bengong di depan laptop atau stuck di jalan kena macet.

Padahal, ada banyak cara seru buat mengisi waktu ngabuburit biar nggak terasa lama dan tetap menyenangkan. Nah, buat kamu yang kerja di Jakarta dan butuh inspirasi ngabuburit, ini dia beberapa kegiatan seru yang bisa kamu coba!

1. Nongkrong di Coffee Shop atau Tempat Hits
Setelah seharian kerja, otak pasti butuh refreshing. Nah, salah satu cara ngabuburit yang paling asyik buat Gen Z di kota besar adalah nongkrong di coffee shop atau tempat-tempat hits.
Ada banyak pilihan kafe estetik di Jakarta yang bisa jadi tempat santai sambil nunggu buka. Kamu bisa sekalian kerja remote, baca buku, atau ngobrol bareng teman kantor. Plus, kalau tempatnya aesthetic, sekalian update feed Instagram, kan?

Kalau bingung mau ke mana, coba cari tempat yang punya suasana cozy dengan menu takjil yang menggoda. Beberapa spot yang sering jadi favorit Gen Z di Jakarta misalnya:
  • Filosofi Kopi (buat yang suka suasana artsy)
  • Dua Coffee (nyaman buat WFA alias work from anywhere)
  • Kopi Tuku atau Kopi Kenangan (buat yang lebih suka kopi to-go sambil ngabuburit di jalan)
Intinya, cari tempat yang bikin kamu nyaman dan bisa menikmati waktu sebelum buka dengan santai.




2. Mampir ke Pasar Takjil dan Jajanan Kaki Lima

Kalau kamu tipe yang nggak bisa lepas dari street food, ngabuburit di pasar takjil adalah ide yang brilian. Jakarta punya banyak spot jajanan yang selalu ramai pas Ramadan, misalnya di:
  • Pasar Benhil (legendaris banget buat hunting takjil)
  • Blok S (banyak jajanan enak dari gorengan sampai es campur)
  • Area Kota Tua (bisa sekalian foto-foto!)
Selain bisa hunting takjil favorit kayak kolak, es buah, atau gorengan, kamu juga bisa sekalian jalan-jalan santai sambil menikmati suasana Ramadan di kota.
Tapi, kalau males kena macet, kamu juga bisa pesan makanan via aplikasi dan tetap bisa menikmati jajanan enak di kantor atau rumah.

3. Olahraga Ringan di Taman Kota

Siapa bilang puasa bikin lemas dan nggak bisa olahraga? Justru olahraga ringan bisa jadi cara seru buat ngabuburit, apalagi buat pekerja yang seharian duduk di depan laptop.
Beberapa spot yang cocok buat olahraga ringan di Jakarta misalnya:
  • GBK (bisa jogging atau sekadar jalan santai)
  • Taman Suropati (banyak orang yang latihan yoga atau sekadar bersantai)
  • Hutan Kota by Plataran (suasananya hijau dan adem)
Kamu bisa sekadar jalan kaki santai, stretching, atau latihan pernapasan biar tubuh tetap fresh tanpa harus kelelahan. Olahraga ringan juga bisa bantu mengurangi stres kerja dan bikin waktu ngabuburit jadi lebih produktif!


Ini buat GEN Z, Ngabuburit Asyik Biar Gak Berasa Lama Nunggu Maghrib

4. Nonton Film atau Serial Favorit

Kalau kamu tipe yang lebih suka ngabuburit di rumah atau kosan, nonton film atau serial bisa jadi pilihan yang pas. Pilih tontonan yang ringan dan menghibur biar nggak makin kepikiran lapar!
Beberapa rekomendasi tontonan yang seru buat ngabuburit:
  • Drama Korea atau serial Netflix (cocok buat yang suka cerita panjang)
  • Film komedi atau feel-good movie (biar ngabuburit lebih fun)
  • Dokumenter ringan atau podcast video (biar tetap dapat insight baru)
Pastikan setel alarm atau reminder biar nggak sampai keasyikan nonton dan lupa buka puasa, ya!

5. Main Game Online Bareng Teman

Kalau kamu anak gaming, ngabuburit bisa jadi momen seru buat main game bareng teman-teman. Bisa main Mobile Legends, PUBG, atau bahkan board game online kayak Ludo dan Uno.
Tapi ingat, jangan sampai terlalu serius atau emosi sampai bikin batal puasa! Pilih game yang santai dan fun buat hiburan menjelang buka. Kalau lagi bareng teman di kantor, bisa juga main kartu atau teka-teki seru buat mengisi waktu.

6. Baca Buku atau Dengerin Podcast Inspiratif

Buat kamu yang suka kegiatan yang lebih santai, ngabuburit bisa diisi dengan baca buku atau mendengarkan podcast inspiratif.
Beberapa rekomendasi buku atau podcast yang cocok buat ngabuburit:
  • Buku motivasi atau self-improvement, seperti "Atomic Habits" atau "The Subtle Art of Not Giving a F*ck"
  • Podcast inspiratif, seperti Podkesmas, Do You See What I See, atau Motivasi Islam
  • Audiobook di Spotify atau aplikasi buku digital
Dengan baca buku atau dengerin podcast, ngabuburit kamu jadi lebih produktif dan bisa sambil menambah wawasan.

7. Berbagi dengan Sesama

Salah satu kegiatan ngabuburit yang paling bermakna di bulan Ramadan adalah berbagi. Kamu bisa ikut kegiatan sosial seperti membagikan takjil gratis di jalan, menyumbangkan makanan ke panti asuhan, atau sekadar membantu rekan kerja yang membutuhkan.
Selain bikin hati lebih tenang, kegiatan ini juga bisa menambah pahala dan membuat Ramadan kamu lebih berarti.

8. Bersantai di Rooftop atau Spot dengan View Keren

Buat kamu yang suka tempat dengan pemandangan bagus, ngabuburit di rooftop bisa jadi pilihan yang menarik. Beberapa gedung perkantoran atau restoran di Jakarta punya rooftop dengan view yang keren buat menikmati sunset sebelum berbuka.
Coba cari tempat seperti:
  • SKYE (view kota Jakarta yang keren banget)
  • Henshin (restoran rooftop dengan vibe eksklusif)
  • Rooftop kantor sendiri (kalau ada, bisa jadi tempat healing dadakan)
Duduk santai sambil menikmati angin sore dan langit senja bisa bikin ngabuburit jadi lebih relaxing setelah seharian kerja.

9. Me Time: Skincare-an atau Self-Care

Kalau kamu tipe pekerja yang sering sibuk dan lupa buat merawat diri, ngabuburit bisa jadi waktu yang pas buat self-care.
Beberapa aktivitas self-care yang bisa dilakukan:
  • Skincare-an atau maskeran biar wajah tetap fresh
  • Meditasi atau journaling buat refleksi diri
  • Tidur siang sebentar biar nggak lemas pas buka
Me time nggak harus ribet, yang penting bisa bikin kamu lebih rileks setelah seharian kerja.

Ngabuburit buat Gen Z di Jakarta nggak harus membosankan! Ada banyak kegiatan seru yang bisa dilakukan, mulai dari nongkrong di kafe, hunting takjil, olahraga ringan, nonton film, main game, hingga berbagi dengan sesama. Yang penting, pilih kegiatan yang sesuai dengan mood dan bikin ngabuburit kamu lebih menyenangkan.

Jadi, hari ini mau ngabuburit dengan cara yang mana? Apa pun pilihannya, yang penting tetap menikmati Ramadan dengan penuh kebahagiaan. Selamat ngabuburit dan selamat berbuka puasa!