Sunday, January 19, 2025

DIARY OF A VOID ; Kaburnya Batas Realitas dan Khayalan

 


Diary of a Void || Emi Yagi || @bentangpustaka || Februari 2024 || 140 halaman
Rate : 5/5 ⭐

Aku memiliki tempatku sendiri, meski cuma kebohongan. Kebohongan yang cuma bisa dimasuki satu orang, tapi tidak apa-apa. Kalau aku terus menyimpan kebohongan itu dalam dada dan terus melantunkannya, mungkin saja dia akan membawaku ke tempat lain secar tidak terduga. Pada saat itu, mungkin diriku dan dunia telah sedikit berubah.

Shibata - Diary of a Void

Membaca novel Diary of a Void itu seperti kita dibawa ke kerumitan pikiran dan kehidupan dari tokohnya, Shibata. Novel karya Emi Yagi ini menangkap realitas di dunia kerja dan isu keseteraan gender di Jepang. Shibata digambarkan sebagai perempuan muda yang secara sengaja menarik diri dari pekerjaan yang "lebih santai" dan bukan di bagian pemasaran. Kemudian ia dipertemukan dengan pekerjaannya saat ini. Di perusahaan yang memasarkan gulungan kertas. Dan sesuai harapannya, ia tidak berada di bagian pemasaran. 

Namun, ia baru sadar kantornya kali ini dipenuhi oleh orang-orang yang lebih senior. Dan, Shibata "terjebak" pada pekerjaan tambahan yang tidak tertulis sebagai bagian tugasnya. Bukan pekerjaan besar sesungguhnya, malah hal-hal kecil dan remeh temeh. Tapi makin lama, makin bertambah banyak yang harus dikerjakannya. Seperti, menyiapkan kopi saat ada meeting, membersihkan bekas minuman, membagikan cemilan, inventaris kantor, dll. 

Shibata mulai jengah. Pada suatu ketika hanya gara-gara harus membersihkan cangkir minuman, muncul ide tidak terduga. Ia mengumumkan kalau dirinya hamil. Pengumuman itu membuat kejutan rekan kerjanya, termasuk pimpinan kantornya. Bukan bagaimana, Shibata diketahui belum menikah, sehingga pengumuman kehamilannya cukup membuat terkejut banyak orang. Dan benar saja setelah pengumuman kehamilan Shibata, beban kerja tambahan yang tadinya dikerjakan oleh Shibata, tidak lagi dikerjakannya. Shibata "terbebas" selama hamil. Dan disinilah cerita novel ini bermula dan menunjukkan menariknya, perjalanan Shibata dalam menjalani "kehamilannya".


Bab dalam novel ini ditulis dengan minggu keberapa kehamilan Shibata. Sehingga pembaca diajak untuk ikut membayangkan di usia kehamilan minggu kesekian itu bentuk perut hamil dan kebiasaan ibu hamilnya bagaimana. Dan di sinilah saya banyak mengalami kebingungan. Pembaca sejak awal dipahamkan bahwa "ide kehamilan" ini diciptakan Shibata untuk lepas dari tugas tambahan di kantornya. Dan untuk meneruskan lontaran ide itu dia harus menjalani kehamilan pura-pura selama 9 bulan ke depan. Namun, penulis menggambarkan Shibata jadi semakin menghayati dan terbawa jauh lebih dalam ke kebohongan yang ia ciptakan. 

Shibata memang benar-benar mengimprovisasi hidupnya dan menyesuaikan dengan peran barunya sebagai ibu hamil. Mulai dari mengunduh aplikasi diary kehamilan, bercakap dengan "janin" dalam perutnya, ikut senam hamil, menyesuaikan bantalan atau sumpalan dalam perutnya, bahkan membeli asuransi pendidikan anak.


Dan saya semakin bingung ketika ada bagian di bab Kehamilan Minggu ke-36 saat Shibata menjalani pemeriksaan kehamilan ke dokter kandungan, dokter itu melakukan usg dan bisa menangkap gambaran janin Shibata. Bagaimana bisa? Juga ada bagian, Shibata merasakan tendangan di perutnya. Jujur saja, saya makin bingung apakah selama ini Shibata betul-betul hamil? Atau kunjungan ke dokter ini adalah bagian kehaluan yang diciptakan oleh Shibata? 

Yang gong juga adalah Shibata mendapat cuti melahirkan dari kantornya. Dan ia terus menghidupkan ide tentang kehamilannya dengan mengambil foto anak dari sosial media yang seumur dengan "anaknya" untuk membuat orang kantornya percaya.

Bagi saya novel ini lebih dari sekedar cerita tentang kebohongan Shibata dan kultur kerja di Jepang. Tapi banyak scene cerita dalam novel ini yang menggambarkan menjadi perempuan dan ibu hamil yang kemudian itu sesungguhnya perjalanan spiritual yang sunyi bagi perempuan. Orang lain bisa saja menyemangati, mendukung, dan mendoakan saat perempuan calon ibu itu mengalami kesulitan, tapi lepas dari itu semua yang menjalani masa kehamilan 9 bulan dan masa-masa setelahnya adalah ia sendiri. Dan itu tidak mudah, bahkan bagi ibu yang sudah lebih dari sekali hamil dan melahirkan

Dan Shibata, demi lepas dari kultur kerja toksik di kantornya mau menjalani 9 bulan kehamilan yang tidak mudah meskipun ia belum menikah. Sudah terbayangkan, mungkin bagi Shibata kultur kerja itu lebih melelahkan dan membebani dibanding hamil atau pura-pura hamil.

Coba deh teman-teman baca novel ini dan nanti mari diskusi dengan saya. Sebenarnya Shibata betul-betul hamil atau memang ini hanya kehaluan yang ia ciptakan? Hehehe

Happy reading Nunna chingu 💜

0 comments:

Post a Comment