Namun, dengan segala kemudahan tersebut kadang kala kita lupa dengan esensi kehidupan sesunguhnya. Lebih mudah mengeluhkan hal hal kecil yang tidak sesuai dengan keinginan kita, kehendak kita. Lebih mudah menyerah melakukan hal yang kita anggap terlalu sulit dan rumit untuk dilakukan.
Pernah merasakan hal seperti sama seperti saya?
Saat hal itu terjadi, coba luangkan waktu "keluar dari peradaban" dan pergi ke tempat yang tak pernah terpikirkan (mungkin) sebelumnya. Kalau saran saya ke gunung. Mendaki gunung.
Tempat yang jauh dari keramaian. Tanpa sinyal telepon. Tanpa gawai. Tanpa segala kemudahan di kota besar. Tanpa keriuhan.
Yang ada hanya, keriuhan alam. Suara angin, burung, gemericik air di sungai atau air terjun, dan suara hati kita (sedeeeep). Saat si manusia milenium ini (panji kali ah) ini tengah ada di alam, tidur di matras sambil membuang pandangan ke hamparan langit penuh gemintang. Si manusia milenium ini menjadi sosok yang keciiill sekali. Gemintang itu menjadi jauh lebih indah dari gemerlap lampu ibukota.
Ini mungkin yang dirasakan alien saat datang ke bumi. Mereka terkerjap dan terkagum kagum dengan keindahan bumi. Tapi kali ini aliennya aku. Jauh dari peradaban akhirnya membuat kita merasa hal hal yang biasanya kita keluhkan saat ada di kota menjadi hal yang remeh temeh. Karena konon, saat mendaki gunung sesungguhnya bukan gunungnya yang kita taklukan tapi ego kita.
Saatnya menjadi alien di dunia kita sendiri. Lepaskan sementara rutinitas dan jadilah alien. Pilih tempat penjelajahanmu sendiri.
#Day12
================================
August 4
Back to the future
Anachronism (noun): an error in chronology; a person or thing
that’s chronologically out of place. Write a story in which a person
or thing is out of place, or recount a time when you felt
out of place.
365 DAYS OF WRITING PROMPTS
A prompt to fire your imagination, each and every day
for a year
The Editors, WordPress.com
0 comments:
Post a Comment