Hi Annyeong Teman Nunna
Kali ini Nunna mau ajak teman-teman membaca sebuah novel yang sarat dengan banyak hal selain tragical romance, nilai historis, juga banyak cerita tentang perempuan di masa-masa sulit penjajahan kala itu. Novel itu adalah Perempuan Kembang Jepun karya penulis perempuan asal Jawa Timur, Lan Fang. Novel yang diterbitkan pertama kali tahun 2006 ini ternyata di tahun 2025 masih menarik untuk dibaca dan diperbincangkan.
Yap Nunna bukan pertama kali membaca novel ini. Dulu, waktu kuliah du Sastra Indonesia, novel ini pernah dijadikan bahan bacaan wajib dan didiskusikan di forum kuliah. Saat itu karena novel ini memiliki banyak keuniikan, selain mengangkat kisah lokal dan berlatar di Surabaya yang menjadikan Perempuan kembang Jepun menjadi menarik saat itu karena penulisnya yang seorang perempuan dan menceritakan tentang perempuan. Di masa itu, Nunna ingat sekali sedang tren film Memoirs of Geisha yang pertama kali tayang tahun 2005 dan juga novel karya Remy Sylado berjudul Kembang Jepun yang terbit di tahun 2003. Ketiga karya yang saat itu kemudian disandingkan, dibandingkan, dan didiskusikan.
Jadi, membacanya ulang kali ini seperti membawa kenangan lagi kala itu namun entah mengapa kali ini saat membaca novel Perempuan Kembang Jepun ini ada sensasi yang berbeda. Usia yang lebih dewasa, pemahaman atas hidup, dan pengalaman membuat pengalaman pembacaannya pun menjadi berbeda.
Lan Fang, penulis novel Perempuan Kembang Jepun, menurut saya berhasil menghadirkan kisah tentang perempuan-perempuan yang ada masa pendudukan Jepang di Indonesia. Ada tiga tokoh perempuan yang ditonjolkan dalam novel ini, Sulis, Matsumi atau Tjoa Kim Hwa, dan Kaguya atau Lestari. Ketiganya bertalian takdir dengan seorang laki-laki bernama Sujono. Ketiganya memiliki luka, cinta, dan penderitaan masing-masing sehingga terbentuk menjadi perempuan yang "keras" saat menghadapi kesulitan hidup.
Sulis, misalnya. Ia tumbuh dalam kemiskinan orang tuanya dan harus dititipkan ke neneknya di kota untuk membantu menjual jamu. Sulis sangat terkenal di kalangan tukang becak, kuli, atau pekerja kasar lain di wilayah utara Surabaya karena memiliki wajah yang ayu, kulit bersih, dan badan yang sintal menggoda. Sulis memiliki banyak pelanggan dan salah satunya adalah mas Wandi. Lelaki yang usianya bahkan sama dengan bapak Sulis inilah yang kemudian menjadi lelaki pertama yang merenggut keperawanannya sebelum ia bertemu dengan Sujono. Saat ia pada akhirnya menikah dengan Sujono, Sulis baru merasakan mungkin ia salah memilih suami karena kehidupan rumah tangga yang ia jalani bersama Sujono jauh dari bayangannya.
Matsumi atau Tjoa Kim Hwa berbeda lagi. Ia merupakan Geisha tersohor di Gion sebelum ia mengikuti Shosho Kobayashi ke Surabaya. Namun, ia harus "dibuang" dulu ke Jakarta dan terpaksa mengubah namanya Matsumi menjadi Tjoa Kim Hwa agar menyamarkan identitasnya. Jauh dari Gion ia mendapati kenyataan bahwa banyak perempuan yang disebut menjadi perempuan yang menemani para prajurit setelah berperang bukanlah geisha sepertinya. Ia dulu sebelum menjadi Geisha harus belajar banyak hal, menari, menyanyi, menyajikan teh dan banyak hal untuk membuat laki-laki yang ditemaninya mencapai puncak kenikmatan yang maksimal. Tapi yang ia lihat di daerah Kembang Jepun dan beberapa daerah lain jauh dari sebuah seni. Mereka hanya seperti budak sex saja, dan baru ia tahu perempuan-perempuan itu disebut jugun ianfu.
Takdir mempertemukannya dengan Sujono, Matsumi jatuh cinta pada Sujono dan menabrak semua aturan yang ia pegang selama ini sebagai Geisha. Bahkan ia rela meninggalkan Sosho Kobayashi demi Sujono, laki-laki berprofesi sebagai kuli panggul yang ia temui beberapa kali. Matsumi berpikir ia akan memiliki keluarga yang seutuhnya dan bahagia saat bersama Sujono. Dan ternyata, ia salah. Hidupnya tidak bahagia dan merasa harga dirinya sebagai perempuan direndahkan. Bahkan ia sudah di titik tidak lagi mencintai Sujono seperti dulu.
Kaguya atau Lestari juga memiliki kisah menarik yang bertalian takdir dengan Sujono. Kaguya adalah anak dari Matsumi dan Sujono. Karena situasi yang sulit saat peralihan pendudukan dan Jepang terusir dari Indonesia, Matsumi merasa keputusan terbaiknya saat itu adalah meninggalkan Kaguya dengan orang-orang baik untuk dirawat sementara di klenteng Hok An Kiong. Matsumi berjanji akan kembali secepatnya untuk membawa Kaguya, namun takdir berkata lain. Kaguya akhirnya ditemukan kembali dengan Sujono dan Sujono akhirnya berkeras untuk merawat Kaguya. Demi keamanan, namanya pun diubah menjadi Lestari oleh Sujono agar cintanya dengan Matsumi tetap lestari.
Namun, hidup bersama Otosan (Sujono) ternyata membawa Kaguya layaknya hidup di neraka. Ia yang terbiasa mendapatkan segala hal yang diinginkan, gula-gula, perhatian, kasih sayang yang cukup dari banyak orang di sekelilingnya, saat bersama Sujono ia hanya mendengar cacian dari Sulis dan perlakuan buruk dari saudara tirinya. Bahkan ia mendapatkan trauma yang dalam saat hidup di bilik kecil bersama mereka. Sampai pada akhirnya, Sujono membaca Kaguya kembali ke rumah Matsumi tempat ia dilahirkan dan dibesarkan dulu.
Dari ketiga perempuan "sial" itu bertalian takdir pada satu pria, Sujono. Seorang laki-laki yang egonya harus selalu diberi makan namun terkadang lupa perannya sebagai laki-laki dan suami dalam keluarga. Meskipun Sujono gagal menjadi suami bagi Sulis dan Matsumi juga ayah bagi Joko, anaknya bersama Sulis. Sujono berusaha tidak gagal menjadi bapak bagi Lestari. Cintanya pada Lestari sebesar cintanya pada Matsumi.
Menurut saya, sikap red flagnya pada Sulis berbeda dengan Matsumi. Jika pada Sulis, sikap kasar dan perlakuan buruknya lebih berdasarkan rasa amarah sementara pada Matsumi karena ia cemburu dan takut kehilangan Matsumi. Namun kesalahan terbesar Sujono adalah pemalas dan enggan mencari nafkah untuk kehidupan keluarga yang lebih baik. Meskipun, hal itu ditebusnya dengan bekerja keras mati-matian untuk memberikan kehidupan layak bagi Lestari, namun semua itu terlambat. Karena ia telah kehilangan Matsumi dan harus hidup dengan Sulis, perempuan yang dibencinya.
Mengapa novel Perempuan Kembang Jepun ini masih layak dibaca?
Novel ini masih layak dibaca saat ini bahkan 19 tahun dari tahun penerbitan awalnya. Saat ini kita bisa baca novel ini di berbagai platform digital, kalau Nunna membacanya di Gramedia Digital. Nah kembali mengapa novel ini masih layak dibaca?
Bagi saya, tentu saja karena kekuatan latar penceritaan dan detail yang disajikan oleh penulis. Bagaimana penulis bisa menangkap peristiwa yang terjadi di masa-masa kelam itu dan menghadirkannya dalam bentuk narasi yang menarik. Bagaimana penulis menggambarkan Surabaya tempo dulu terutama daerah Pecinan seperti Kembang Jepun. Budaya dan antropologi masyarakat direkam dengan baik. Bagaimana kegemaran kuli dan tukang becak di tanjung Perak meminum jamu gendongan, bagaimana dunia prostitusi di masa itu, kegelisahan di masyarakat yang muncul di masa peralihan pendudukan Belanda dan Jepang juga pengusiran Jepang dari Tanah Air. Semua itu ditampilkan dengan menarik di novel ini.
Karakter ketiga tokoh perempuan yang ditampilkan secara kuat sehingga bagi saya terlihat tidak ada tokoh yang benar-benar antagonis dari ketiga perempuan itu. Bahkan Sulis, yang digambarkan sangat kasar dan memperlakukan Sujono bahkan Lestari dengan jahat, saya melihatnya hanya bentuk pelampiasan dari semua luka dan penderitaan yang ia dapatkan dari Sujono. Sujono pun tidak benar-benar nampak sebagai tokoh antagonis, ia "hanya" tidak becus menjadi laki-laki yang bertanggung jawab. Namun, ia tidak pernah gagal menjadi ayah yang baik bagi Lestari. Kekuatan penokohan dalam novel ini mungkin membuat pembaca tidak selalu setuju dengan keputusan tokoh-tokohnya, tapi kita pasti bisa paham dan merasakan perasaan mereka.
Selain itu semua, salah satu kekuatan dari novel ini adalah gaya bahasa yang digunakan. Perpindahan dari masing-masing tokoh bisa dirasakan dari gaya bahasa yang digunakan. Perubahan emosi dari masing-masing tokoh juga bisa terasa pada pemilihan diksi oleh penulis. Memang cenderung pemilihan bahasanya kasar dan terkadang vulgar di beberapa bagian situasi, namun kita bisa melihat itu merupakan bagian dari pembangunan karakter masing-masing tokoh.
Rate : 5/5 ⭐